Oleh Iwan Apriyana
Kesurupan menurut pandangan tradisional adalah peristiwa masuknya satu kekuatan ke dalam tubuh
seseorang yang kemudian menjelma menjadi tokoh lain di luar diri seseorang
tersebut. Sebagian masyarakat menganggap
kesurupan sebagai fenomena mistik yang luar bisaa dan aneh. Kesurupan
sering dihubungkan dengan keadaan jiwa seseorang yang berada dalam situasi “kosong”.
Di Bali, kesurupan dimaknai sebagai sinyal dari kekuatan roh dan leluhur yang sedang menunjukkan kuasanya atas situasi
yang terjadi.
Respon terhadap kesurupan terbelah
menjadi dua kubu yang saling bertentangan. Ada yang memandang kesururpuan
sebagai fenomena mistik, dan supranatural, seperti pandangan tradisional tadi,
ada juga pandangan yang menganggapnya sebagai fenomena psikologis. Akibat dari
kedua pandangan tersebut, penatalaksanaan terhadap kesurupan pun menjadi berbeda pula.
Karena kesurupan merupakan
fenomena mistik, pandangan tradisonal melakukan penyembuhan dengan menggunakan
kekuatan supranatural seperti doa-doa; dan mantra ; yang dilakukan oleh tokoh
yang memiliki mekuatan supranatural pula, seperti pawang, dukun ustad dan sebagainya. Tokoh-tokoh tersebut
diyakini memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh yang “nyurup”; sehingga dapat mengembalikan kekuatan yang “nyurup” tadi ke luar dari diri seseorang untuk kembali
ke habitat asalnya.
Dalam khazanah kesenian tradisional, fenomena kesurupan memang sengaja dipelihara,
untuk menunjukkan keunikan yang dimiliki seni tradional tersebut. Seperti
tampak pada kesenian kuda lumping. Para
pemain kuda lumping diyakini telah dimasuki roah gaib sehingga membuatnya mampu
melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh akal sehat. Seperti memakan
beling, rumput dan sebagainya .
Namun, entah karena jenuh tinggal di alam lain, atau mungkin ingin
mencoba pengalaman baru, para roh dan
mahluk dari dunia lain yang bisanya hadir nyurup ke dalam pemain kuda lumping,
kini rajin pula bersemayam dan nyurup
pada pelajar sekolah kita . Dunia pendidikan pun menjadi sangat sibuk dan heboh
dengan adanya fenemona kesurupan yang melanda para siswa tersebut . Kejadian
tersebut tak urung memunculkn
spekulasi adanya ketidakyamanan para roh
atau mahluk lain yang “ngageugeuh” di sekitar sekolah tersebut. Untuk itu ada
juga sekolah yang mengadakan ritual-ritual tertentu sebagai bentuk kompromi
dengan para roh supaya tidak berulah dan menyambangi para siswa.
Benarkah fenomena kesurupan itu sebagai fenomena mistik sebagai akibat dari
masuknya satu entitas ke dalam tubuh badan seseorang ? Asep Haerul Gani, seorang psikolog yang juga trainer pada
pelatihan Ericksonan Hiynoterapy dengan tegas menyangkalnya. Menurutnya, kesurupan
yang dialami para siswa adalah gejala
psikologis, dan tidak memiliki relasi atau disebabkan oleh adanya fenomena
mistik, yakni jin yang masuk ke dalam diri siswa. Berkaitan dengan maraknya
gejala kesurupan yang melanda para siswa sekolah, Asep menengarai adanya faktor
pemicunya. Pertama gajala kesurupan muncul saat menjelang Ujian Sekolah dan UN
(Ujian Nasional), kedua kesurupan terjadi dibeberaa seolah tertentu yang
menerapkan sistem belajar full day.
Menurut Asep, kesurupan dipicu oleh adanya stress yang melanda siswa. Stres
yang dialami para siswa mengalami titik didih
akibat orang tua yang atau pihak lain seakan-akan tidak peduli pada
keaadan siswa. Pada saat tertentu, stress yang mengalami titik didih itu
meledak dalam bentuk kesurupan. Kesurupan yang dialami para siswa bersifat massal, karena sugesti yang ditimbulkannya.
Pada saat kesurupan siswa menunjukkan gejala perubahan pisik, seperti terdengar
auman, cakaran, teriakan, kejang pada kaki dan tangan, bola mata membelakak. Dalam kondisi seperti itu, seolah-olah
siswa menjelama menjadi mahluk lain dari
dunia lain.
Berkaitan dengan adanya tokoh lain, seperti “mahluk gaib” yang menjelma pada
diri seorang pelajar, Asep menjelaskannya dengan menggunakan pendekatan psikologi
budaya. Menurutnya, ketika tidak ada
orang yang perduli dengan dirinya , maka
siswa yang mengalami kesurupan mengidentifikasikan
dirinya dengan tokoh lain yang pernah hidup dalam pandangan masyarakat disuatu
daerah yang memiliki pengaruh dan
kekuatan. Hal itu dilakukan untuk memberi
tekanan pada orang lain agar memperhatikan dirinya. Lalu, bagaimana para siswa
mengenal dan menhadirkan tokoh itu? Menurut Asep kehadiran tokoh itu sendiri mungkin
dikenalnya melalui cerita-cerita yang pernah di rekam di alam bawah sadarnya.
Dengan menggunakan logika seperti ini, kita dapat melihat hal ini pada
perilaku seorang anak yang sangat mencintai tokoh tertentu, seperti sipderman,
batman dan tokoh-tokoh lain yang menjadi idolanya. Dan pada saat-saat tertentu
sang anak pun menunjukkan tingkah laku, dan katakter tokoh yang menjadi
idolanya. Itulah saat dimana seorang anak sedang mengalami “kesurupan” dan
orang dewasa menganggapnya sebagai hal yang lumrah.
Dalam hal penanganan terhahap kesurupan, seperti yang pernah
dilakukannya, Asep Haerul Gani, menggunakan dua macam teknik , yakni dengan
teknik mengikuti polanya, memotong polanya.
Cara pertama dlakukan denban mengajak berdialog dengan seseorang. dalam stuasi seperti ini ,orang yang akan
menyembuhkan dituntut untuk memahami
alur pikiran orang yang kesurupan. Dalam kasus ini Asep mencontohkan saat ia
menangani seseorang yang kerurupan dengan mengaku dirinya sebagai “macan” dari hutan tertentu.
Maka saat itu Asep mengajak dialog “sang macan” setelah dialog itu “nyambung”
Asep meminta agar macan itu tidur
beberapa menit, dan benar saja macan itu mengikuti perintahnya dan tertidur,
saat bangun orang yang kerusupan sudah
sadar kembali.
Cara yang kedua dengan menggunkan teknik
memotong polanya. Untuk kasus ini Asep memiliki pengalaman saat menyembuhkan
orang yang mengaku sebagai jin dari wilayah tertentu. Saat berdalog dengan jin
itulah Asep mengancamnya akan membakar jin tersebut, entah karena takut dengan
ancanamn tersebut , sesaat kemudian orang yang keurupan itu sadar.
Berkaitan dengan pandangan bahwa kesurupan terjadi karena ada jin yang masuk ke dalam
diri seseorang, Asep memiliki pemahaman bahwa jin yang dimaksud adalah jin yang
berasal dari bahasa Arab “jinna” yang artinya “tersembunyi” ; bukan dalam
pengertian jin sebagai mahluk gaib atau mahluk halus.
Mengingat fenomena kesurupan bukanlah fennomena mistik, tetapi merupakan
gejala psikolgis, maka sudah sewajarnya jika pihak sekolah dan orang tua memahami
kondisi kejiwaan para siswanya, terutama menjekang kegiatan Ujian Nasional , dimana
kondisi kejiwaan siswa berada dalam tekanan yang hebat. Untuk itu diperlukan
suasana yang nyaman dan kondusif . Untuk mencegah terjadinya kesurupan pada
siswa guru perlu memiliki “mantra-mantra” berupa kata-kata atau pernyataan
menyejukkan yang bisa menjelmakan suasana yang nyaman dan tenang. Bukan
dengan pernyataan dan kata-kata yang malah bisa memicu tekanan itu lebih
berat lagi sehingga menjadi pemantik bagi diri siswa untuk terjadinya
kesurupan.
Penulis,
Peminat
Erikcsonian Hyponterapy
Guru
SMPN 1 Nagreg Kab. Bandung
(Iwan Apriyana, SMPN 1 Nagreg Kab.
Bandung, Jl Raya Nagreg 776, 081573138069/022 7950794,
iwanapriyana@yahoo.co.ic)