Senin, 11 Juni 2012

Yang Palsu di Sekitar Kita




dunia ini penuh kepalsuan Mungkinkah tiada keikhlasan Apakah ini suatu pembalasan Ku sadar kebesaranMu Tuhan(Jani Manismu)Dunia ini memang penuh  kepalsuan seperti kutipan lagu “Janjimu di Atas”. Meski  agak  hiperbolis, namun sebenarnya kita sudah terbiasa dengan hal-hal yang palsu, seperti, rambut palsu, bulu mata palsu, gigi palsu serta uang palsu. Bahkan di negeri ini palsu memalsukan seakan sudah menjadi kenyataan hidup sehari hari, ditengah persaingan yang semakin sulit dan kompetitif. Tidak hanya barang saja yang dengan mudah dipalsukan, tetapi sesuatu yang sangat sacral  pun, tidak luput dari kepalsuan. Contohnya, di negeri ini sudah menjadi kewajiban bagi siapapun yang akan menduduki jabatan tertentu untuk di sumpah , yang disebut dengan sumpah jabatan. Esensi dari sumpah itu akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya demi kepentingan masyarakat luas dengan mengenyampingkan kepentingan pribadi. Fakta yang terjadi setelah menjabat malah sebaliknya. Sumpah yang pernah dibacakan dibawah Kitab Suci itu seakan-akan menjadi seremonial belaka.Berbagai kepalsuan yang marak terjadi belakangan ini sungguh memprihatinkan. Ada dua peristiwa yang berkaitan dengan pemalsuan, di muat di beberapa Koran local dan nasional pekan ini. Peristiwa pertama adalah pemalsuan ijazah Sarjana ( S 1) dan diploma, yang dilakukan oleh oknum PNS di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Puluhan guru tertipu dengan ijazah mereka yang ternyata palsu. Hal itu diketahui setelah Ijazah mereka ditolak dinas pendidikan setempat. Sebelumnya, mereka mengikuti kuliah kelas jauh di sebuah peguruan tinggi swasta. Puluhan guru, yang sebagian guru honor telah mengeluarkan kocek yang relative besar untuk guru honorer demi mendapatkan ijazah bodong tersebut. Disebutkan untuk setingkat sarjana “seharga” lima belas juta, dan diploma senilai Sembilan juta.Walhasil, jika ijazah mereka saja palsu, lantas bagaimana dengan ilmu yang mereka peroleh selama ini? Lalu, bagaimana pula mereka selama ini mengajar di depan kelas dengan mengandalkan ijazah palsu? Saya kira masih banyak pertanyaan yang bisa kita lontarkan pada kasus ini. Jawabannya, tentu saja bisa beragam pula. Supaya tidak pusing, .tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.Berita lain yang boleh jadi sangat menarik adalah pemalsuan data peserta MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran). Seorang peserta kafilah dari Jawa Barat untuk cabang Hifzilquran, Ahmad Basyir  di diskulifikasi oleh panitia dengan alasan yang bersangkutan memalsukan umur. Berdasarkan ketentuan peserta untuk cabang tersebut berusia 20 tahun. Di dalam formulir Basyir mengaku lahir tahu 1992, namun berdasarkan data panitia ternyata yang bersangkutan lahir tahun 1980. Hal itu diketahui dari data base panitia, sebab sebelumnya yang bersangkutan pernah ikut lomba serupa , namun yang bersangkutan berasal dari Kalimantan Timur.Yang lebih menarik adalah pengakuan salah seorang Pembina Hifzilquran yang berceloteh bahwa pemalsuan seperti ini sudah menjadi rahasia umum dalam ajang MTQ. Menurtunya, modus pemalsuan dalam bentuk pemalsuan domisili peserta, selain soal usia tadi. Menanggapi peristiwa yang menimpa anggotanya, Pembina berkilah bahwa Basyir “sedang sial” karena pemalsuannya terbongkar panitia. Subhanallah.Musabaqah Tilawatil Quran, adalah kegiatan “lomba” membaca al quran. Kegiatan ini sejatinya bukan semata-mata kompetesi untuk mencari juara. Tetapi lebih dari itu,sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan terhadap Al Quran sebagai wahyu dari Allah SWT. Melalui ajang ini, diharapkan tumbuh motivasi untuk membaca dan memahami isinya. Di samping itu juga, terkandung nilai seni qiroat , bacaan . Sementara itu, bagi ummat Islam membaca quran merupakan satu ibadah. Siapapun yang membaca quran hendaknya bertujuan hanya semata-mata bentuk peribadatan kepada Allah SWT.Sayangnya, makna membaca quran sebagai ibadah melaliui ajang MTQ itu sudah jauh dari tujuan semula, tetapi sudah terkontaminasi oleh kepentingan duniawi, seperti memperoleh hadiah dan bonus, yang jumlahnya jutaan, serta ingin mengangkat gengsi daerah tertentu. Sehingga untuk itu sebagian peserta  berani memalsukan data demi tercapainya tujuan di atas. Yang palsu pada akhirnya akan terbongkar juga. 


Text widget

About

Senin, 11 Juni 2012

Yang Palsu di Sekitar Kita




dunia ini penuh kepalsuan Mungkinkah tiada keikhlasan Apakah ini suatu pembalasan Ku sadar kebesaranMu Tuhan(Jani Manismu)Dunia ini memang penuh  kepalsuan seperti kutipan lagu “Janjimu di Atas”. Meski  agak  hiperbolis, namun sebenarnya kita sudah terbiasa dengan hal-hal yang palsu, seperti, rambut palsu, bulu mata palsu, gigi palsu serta uang palsu. Bahkan di negeri ini palsu memalsukan seakan sudah menjadi kenyataan hidup sehari hari, ditengah persaingan yang semakin sulit dan kompetitif. Tidak hanya barang saja yang dengan mudah dipalsukan, tetapi sesuatu yang sangat sacral  pun, tidak luput dari kepalsuan. Contohnya, di negeri ini sudah menjadi kewajiban bagi siapapun yang akan menduduki jabatan tertentu untuk di sumpah , yang disebut dengan sumpah jabatan. Esensi dari sumpah itu akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya demi kepentingan masyarakat luas dengan mengenyampingkan kepentingan pribadi. Fakta yang terjadi setelah menjabat malah sebaliknya. Sumpah yang pernah dibacakan dibawah Kitab Suci itu seakan-akan menjadi seremonial belaka.Berbagai kepalsuan yang marak terjadi belakangan ini sungguh memprihatinkan. Ada dua peristiwa yang berkaitan dengan pemalsuan, di muat di beberapa Koran local dan nasional pekan ini. Peristiwa pertama adalah pemalsuan ijazah Sarjana ( S 1) dan diploma, yang dilakukan oleh oknum PNS di Limbangan, Garut, Jawa Barat. Puluhan guru tertipu dengan ijazah mereka yang ternyata palsu. Hal itu diketahui setelah Ijazah mereka ditolak dinas pendidikan setempat. Sebelumnya, mereka mengikuti kuliah kelas jauh di sebuah peguruan tinggi swasta. Puluhan guru, yang sebagian guru honor telah mengeluarkan kocek yang relative besar untuk guru honorer demi mendapatkan ijazah bodong tersebut. Disebutkan untuk setingkat sarjana “seharga” lima belas juta, dan diploma senilai Sembilan juta.Walhasil, jika ijazah mereka saja palsu, lantas bagaimana dengan ilmu yang mereka peroleh selama ini? Lalu, bagaimana pula mereka selama ini mengajar di depan kelas dengan mengandalkan ijazah palsu? Saya kira masih banyak pertanyaan yang bisa kita lontarkan pada kasus ini. Jawabannya, tentu saja bisa beragam pula. Supaya tidak pusing, .tanyakan saja pada rumput yang bergoyang.Berita lain yang boleh jadi sangat menarik adalah pemalsuan data peserta MTQ (Musabaqah Tilawatil Quran). Seorang peserta kafilah dari Jawa Barat untuk cabang Hifzilquran, Ahmad Basyir  di diskulifikasi oleh panitia dengan alasan yang bersangkutan memalsukan umur. Berdasarkan ketentuan peserta untuk cabang tersebut berusia 20 tahun. Di dalam formulir Basyir mengaku lahir tahu 1992, namun berdasarkan data panitia ternyata yang bersangkutan lahir tahun 1980. Hal itu diketahui dari data base panitia, sebab sebelumnya yang bersangkutan pernah ikut lomba serupa , namun yang bersangkutan berasal dari Kalimantan Timur.Yang lebih menarik adalah pengakuan salah seorang Pembina Hifzilquran yang berceloteh bahwa pemalsuan seperti ini sudah menjadi rahasia umum dalam ajang MTQ. Menurtunya, modus pemalsuan dalam bentuk pemalsuan domisili peserta, selain soal usia tadi. Menanggapi peristiwa yang menimpa anggotanya, Pembina berkilah bahwa Basyir “sedang sial” karena pemalsuannya terbongkar panitia. Subhanallah.Musabaqah Tilawatil Quran, adalah kegiatan “lomba” membaca al quran. Kegiatan ini sejatinya bukan semata-mata kompetesi untuk mencari juara. Tetapi lebih dari itu,sebagai bentuk kecintaan dan penghormatan terhadap Al Quran sebagai wahyu dari Allah SWT. Melalui ajang ini, diharapkan tumbuh motivasi untuk membaca dan memahami isinya. Di samping itu juga, terkandung nilai seni qiroat , bacaan . Sementara itu, bagi ummat Islam membaca quran merupakan satu ibadah. Siapapun yang membaca quran hendaknya bertujuan hanya semata-mata bentuk peribadatan kepada Allah SWT.Sayangnya, makna membaca quran sebagai ibadah melaliui ajang MTQ itu sudah jauh dari tujuan semula, tetapi sudah terkontaminasi oleh kepentingan duniawi, seperti memperoleh hadiah dan bonus, yang jumlahnya jutaan, serta ingin mengangkat gengsi daerah tertentu. Sehingga untuk itu sebagian peserta  berani memalsukan data demi tercapainya tujuan di atas. Yang palsu pada akhirnya akan terbongkar juga. 


Diberdayakan oleh Blogger.