Jumat, 08 Juni 2012

Jurus Penjaga Toko




OLeh Iwan Ardhie Priana

“Jangan dulu membuka toko, kalau belum bisa tersenyum”. Kata sahabat saya, seorang keturunan Cina yang menulis kalimat itu di dinding Facebooknya. Boleh jadi, itu merupakan rahasia sukses para pengusaha Cina dalam berdagang, disamping resep lain, seperti keuletan, gigih dan hemat. Resep yang mudah sebenarnya, bahkan bisa jadi itu bagian dari bagian dari prosedur tak tertulis  dalam upaya meningkatkan pelayanan pada konsumen. Sudah sering saya dengar dari teman atau dari berbagai buku, bagaimana orang-orang Cina mampu menjadi pengusaha , jadi pedagang dan pengelola toko, dengan berbagai jurusnya. Tapi jurus tersenyum itu benar-benar hal baru.
Begitu hebatkah pengaruh tersenyum pada konsumen? Tanya saya dalam hati. Tiba-tiba saya jadi teringat secarik kertas di tempel di dekat  meja kassa di sebuah swalayan yang saya kunjungi. Isinya pendek “Tegurlah karyawan Kami bila tidak tersenyum”. Ternyata, pertokoan modernpun telah mengadopsi jurus toko Cina.
Peribahasa Cina itu ternyata ikut menginspirasi saya sehingga saya ikut-ikutan pula mengadopsi kalimat itu “Jangan dulu masuk ke kelas kalau belum bisa tersenyum”. Benar-benar menjiplak. Tapi tak apalah, asal untuk kebaikan. Mengapa saya begitu tertarik untuk mengadopsi pepatah Cina itu ? Karena  saya masih sering melihat beberapa teman saya –yang juga guru- punya persepsi yang keliru dengan senyumnya. Teman saya sering khawatir senyum itu akan meruntuhkan “wibawanya”. Walhasil, setiap masuk kelas, ia lebih PD dengan memasang wajah perang. Alih-alih ingin menjaga wibawa dan disegani murid, ia malah sering mendapat umpatan dan makian siswa, tentu saja dengan cara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.
Saya sendiri agak heran, darimana teman saya beroleh pengetahuan tentang hubungan senyum dengan wibawa.  Saya malah sering melihat tokoh-tokoh kharismatik dan berwibawa dalam poto dengan pose sedang tersenyum. Termasuk para tokoh otirter yang pernah ada di dunia ini, dalam fotonya ingin mencitrakan orang baik dengan tersenyum.
Saat diam-diam saya intip ke kelasnya, suasana kelas benar-benat sunyi seperti kuburan. Mungkin itulah suasana yang menurutnya paling cocok untuk memahami pelajarannya. Bahkan anak yang mencoba untuk mencairkan suasana dengan sedikit menyunggingkan senyumnya pun sering di hardik.
“Kenapa kamu tersenyum? Meledek ya?” Ah, malang benar anak terebut.
 Saat saya beritahukan pada teman saya bahwa saya punya motto “jangan dulu masuk kelas kalau belum bisa terenyum” ia malah mencibir. Bagaimana mau bisa tersenyum jika kepala ini sudah begitu penuh dengan persoalan hidup juga persoalan rumah tangga? Tanyanya dengan nada apatis dan pasrah. Namun, ia tidak menjawab ketika saya tanyakan apakah dengan memasah wajah “garang” itu persoalan di kepalanya  menjadi lebih enteng? Dia tidak menjawab.
Saya jadi teringat cerita yang saya baca dari sebuah buku tentang seorang guru aneh di suatu sekolah. Pak Guru aneh ini punya kebiasaan yang unik saat sebelum masuk da n keluar kelas. Sebelum masuk ke kelas, ia menuju sebuah pohon yang berada tak jauh dari kelasnya. Ia meloncat dan kedua tangganyya menggapai sebuah batang yang menjulur datar, seseat kemudian tubuhnya bergelantung ke depan ke belakang  beberapa kali.Selesai mengalantung ia akan masuk kelas. Hal yang sama ia lakukan saat pulang sekolah. Diam-diam sang Kepala Sekolah ini sering memperhatikan gejala ganjil sang guru ini, sehingga setelah beberapa hari melihat pemandangan itu, ia meminta bapak guru mengadap ke kantornya.
“Sudah beberapa hari ini saya melihat Bapak menggelantung di pohon kayu itu, baik saat mau masuk ke kelas dan keluar kelas. Boleh saya tahu, apa sebenarnya yang Bapak lakukan?” Tanya kepala sekolah, setelah keduanya berhadapan.
“Terus terang saja Pak, saya ini sebelum berangkat ke sekolah, banyak sekali persoalan yang saya hadapi, saya tak mau persoalan itu menganggu pikiran saya , saat saya berada di depan siswa saya” jawab sang guru.
“Lalu, apa hubungannya dengan menggantung di pohon?”
“Saat saya begelayut saya berkata, hei pohon, aku tak mau persoalan ku ini mengangguku saat aku masuk dan mengajar, aku titipkan persoalan ini kepadamu, dan saat keluar sekolah pun saya katakan ‘hei pohon’ kini aku sudah mengajar dan persoalan yang aku titipkan kepadamu aku ambil kembali” demikian jawab bapak guru tenang.
Cerita yang mungkin tidak lucu ini sebenarnya menyimpan agar tidak membawa persoalan ke dalam kelas, apapun caranya.
Untuk sahabat saya yang sering memasang wajah perang, sebenarnya saya ingin menyarankan padanya agar suatu waktu nanti, ia duduk di bangku murid. Lalu murid itu semuanya suruh ke luar, dan setelah itu satu persatu murid itu masuk ke kelas dan setiap murid melemparkan senyum padanya. Pada saat itu, saya sebenarnya ingin bertanya padanya, adakah alasan untuk tidak tersenyum?
Kalau orang Cina sukses dengan prinsip “Jangan dulu membuka toko sebelum tersenyum” saya yakin seorang guru juga akan sukses dengan moto “Jangan dulu masuk kelas kalau belum bisa tersenyum”. Sebuah cara yang sederhana untuk sukses dan dicintai murid , sebuah cara mudah untuk menjadi guru yang bisa membawa kesejukan di dalam kelas.Sayangnya,  kadang-kadang, kita selalu berpikir untuk melakukan hal-hal spektakuler untuk mengubah keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Text widget

About

Jumat, 08 Juni 2012

Jurus Penjaga Toko




OLeh Iwan Ardhie Priana

“Jangan dulu membuka toko, kalau belum bisa tersenyum”. Kata sahabat saya, seorang keturunan Cina yang menulis kalimat itu di dinding Facebooknya. Boleh jadi, itu merupakan rahasia sukses para pengusaha Cina dalam berdagang, disamping resep lain, seperti keuletan, gigih dan hemat. Resep yang mudah sebenarnya, bahkan bisa jadi itu bagian dari bagian dari prosedur tak tertulis  dalam upaya meningkatkan pelayanan pada konsumen. Sudah sering saya dengar dari teman atau dari berbagai buku, bagaimana orang-orang Cina mampu menjadi pengusaha , jadi pedagang dan pengelola toko, dengan berbagai jurusnya. Tapi jurus tersenyum itu benar-benar hal baru.
Begitu hebatkah pengaruh tersenyum pada konsumen? Tanya saya dalam hati. Tiba-tiba saya jadi teringat secarik kertas di tempel di dekat  meja kassa di sebuah swalayan yang saya kunjungi. Isinya pendek “Tegurlah karyawan Kami bila tidak tersenyum”. Ternyata, pertokoan modernpun telah mengadopsi jurus toko Cina.
Peribahasa Cina itu ternyata ikut menginspirasi saya sehingga saya ikut-ikutan pula mengadopsi kalimat itu “Jangan dulu masuk ke kelas kalau belum bisa tersenyum”. Benar-benar menjiplak. Tapi tak apalah, asal untuk kebaikan. Mengapa saya begitu tertarik untuk mengadopsi pepatah Cina itu ? Karena  saya masih sering melihat beberapa teman saya –yang juga guru- punya persepsi yang keliru dengan senyumnya. Teman saya sering khawatir senyum itu akan meruntuhkan “wibawanya”. Walhasil, setiap masuk kelas, ia lebih PD dengan memasang wajah perang. Alih-alih ingin menjaga wibawa dan disegani murid, ia malah sering mendapat umpatan dan makian siswa, tentu saja dengan cara diam-diam dan sembunyi-sembunyi.
Saya sendiri agak heran, darimana teman saya beroleh pengetahuan tentang hubungan senyum dengan wibawa.  Saya malah sering melihat tokoh-tokoh kharismatik dan berwibawa dalam poto dengan pose sedang tersenyum. Termasuk para tokoh otirter yang pernah ada di dunia ini, dalam fotonya ingin mencitrakan orang baik dengan tersenyum.
Saat diam-diam saya intip ke kelasnya, suasana kelas benar-benat sunyi seperti kuburan. Mungkin itulah suasana yang menurutnya paling cocok untuk memahami pelajarannya. Bahkan anak yang mencoba untuk mencairkan suasana dengan sedikit menyunggingkan senyumnya pun sering di hardik.
“Kenapa kamu tersenyum? Meledek ya?” Ah, malang benar anak terebut.
 Saat saya beritahukan pada teman saya bahwa saya punya motto “jangan dulu masuk kelas kalau belum bisa terenyum” ia malah mencibir. Bagaimana mau bisa tersenyum jika kepala ini sudah begitu penuh dengan persoalan hidup juga persoalan rumah tangga? Tanyanya dengan nada apatis dan pasrah. Namun, ia tidak menjawab ketika saya tanyakan apakah dengan memasah wajah “garang” itu persoalan di kepalanya  menjadi lebih enteng? Dia tidak menjawab.
Saya jadi teringat cerita yang saya baca dari sebuah buku tentang seorang guru aneh di suatu sekolah. Pak Guru aneh ini punya kebiasaan yang unik saat sebelum masuk da n keluar kelas. Sebelum masuk ke kelas, ia menuju sebuah pohon yang berada tak jauh dari kelasnya. Ia meloncat dan kedua tangganyya menggapai sebuah batang yang menjulur datar, seseat kemudian tubuhnya bergelantung ke depan ke belakang  beberapa kali.Selesai mengalantung ia akan masuk kelas. Hal yang sama ia lakukan saat pulang sekolah. Diam-diam sang Kepala Sekolah ini sering memperhatikan gejala ganjil sang guru ini, sehingga setelah beberapa hari melihat pemandangan itu, ia meminta bapak guru mengadap ke kantornya.
“Sudah beberapa hari ini saya melihat Bapak menggelantung di pohon kayu itu, baik saat mau masuk ke kelas dan keluar kelas. Boleh saya tahu, apa sebenarnya yang Bapak lakukan?” Tanya kepala sekolah, setelah keduanya berhadapan.
“Terus terang saja Pak, saya ini sebelum berangkat ke sekolah, banyak sekali persoalan yang saya hadapi, saya tak mau persoalan itu menganggu pikiran saya , saat saya berada di depan siswa saya” jawab sang guru.
“Lalu, apa hubungannya dengan menggantung di pohon?”
“Saat saya begelayut saya berkata, hei pohon, aku tak mau persoalan ku ini mengangguku saat aku masuk dan mengajar, aku titipkan persoalan ini kepadamu, dan saat keluar sekolah pun saya katakan ‘hei pohon’ kini aku sudah mengajar dan persoalan yang aku titipkan kepadamu aku ambil kembali” demikian jawab bapak guru tenang.
Cerita yang mungkin tidak lucu ini sebenarnya menyimpan agar tidak membawa persoalan ke dalam kelas, apapun caranya.
Untuk sahabat saya yang sering memasang wajah perang, sebenarnya saya ingin menyarankan padanya agar suatu waktu nanti, ia duduk di bangku murid. Lalu murid itu semuanya suruh ke luar, dan setelah itu satu persatu murid itu masuk ke kelas dan setiap murid melemparkan senyum padanya. Pada saat itu, saya sebenarnya ingin bertanya padanya, adakah alasan untuk tidak tersenyum?
Kalau orang Cina sukses dengan prinsip “Jangan dulu membuka toko sebelum tersenyum” saya yakin seorang guru juga akan sukses dengan moto “Jangan dulu masuk kelas kalau belum bisa tersenyum”. Sebuah cara yang sederhana untuk sukses dan dicintai murid , sebuah cara mudah untuk menjadi guru yang bisa membawa kesejukan di dalam kelas.Sayangnya,  kadang-kadang, kita selalu berpikir untuk melakukan hal-hal spektakuler untuk mengubah keadaan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.