Jumat, 08 Juni 2012

Saya Ingat Bi Ade




Sudah hamper seminggu badan saya tidak sehat. Sudah dua kali saya mengunjungi dokter, belum seratus persen sembuh. Meski obat sudah habis. Lalu, melalui sahabat saya seorang teman yang berpofesi sebagai dokter, saya minta saran obat yang bias membantu penyakit saya. Selama saya kurang sehat, saya tetap melakukan aktivitas mengajar atau kegiatan lain seperti biasa. Sehingga dengan keadaan seperti itu, tetangga saya yang melihat saya tentu tidak menyangka saya sakit. Selebihnya mereka tidak tahu keadaan saya, karena memang jarang berjumpa.
 Ini yang menyedihkan.Berbeda misalnya saat saya mengeluh dengan agak sedikit bercanda di status facebook saya. Sesaat kemudian berbagai komentar yang isinya mendoakan dan mananyakan kesehatan, yang menghawatirkan kesehatan saya, sampai yang menyarankan saya agar lebih beristirahat.
Saya jadi ingat Mang Tia yang rumahnya di sebelah selatan, Bah Alit yang jadi ketua RT, Mang Atang, Bi Ade dan Mang Ujang yang rumahnya berdempetan dengan rumah saya. Terakhir bertemu Mang Ujang seminggu yang lalu. Bahkan Bi Ade janda tua yang hidu p sebatang kara yang rumah biliknya nempel di rumah saya, saya lupa lagi kapan terakhir saya menyapanya. Lebih parah lagi Mang Tia , seingat saya , berjumpa dan bersalaman di halaman masjid saat beres shalat Ied. Itu beberapa bulan yang lalu.
Mereka, yang saya sebutkan tadi adalah para tetangga dekat, bukan orang jauh. Tiba tiba-tba seakan menjadi jauh, seakan-akan tidak pernah kenal. Saya jadi ingat seorang tetangga yang menyindir kebiasaan kita yang begitu hangat dan akrab dengan teman yang jauh, bahkan sampai berangkulan seakan-akan seabad mereka tak bertemu, tapi tampak “datar” dan biasa-biasa saja, tanpa kehangatan saat bertemu tetangga dan kerabat dekat. Saya jadi tersindir.
Saat ini , saya ingat Mang Tia, Mang Ujang dan Bi Ade. BI Ade saat ini sudah punya beras belum ya? Apakah bulan ini anaknya yang kerja di Jakarta sudah kirim uang untuk membeli beras yang harganya makin  naik itu? Mudah-mudahan Kang Enur pemilik warung di depan itu masih mau member kas bon beras, garam, sabun colek atau supermi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Text widget

About

Jumat, 08 Juni 2012

Saya Ingat Bi Ade




Sudah hamper seminggu badan saya tidak sehat. Sudah dua kali saya mengunjungi dokter, belum seratus persen sembuh. Meski obat sudah habis. Lalu, melalui sahabat saya seorang teman yang berpofesi sebagai dokter, saya minta saran obat yang bias membantu penyakit saya. Selama saya kurang sehat, saya tetap melakukan aktivitas mengajar atau kegiatan lain seperti biasa. Sehingga dengan keadaan seperti itu, tetangga saya yang melihat saya tentu tidak menyangka saya sakit. Selebihnya mereka tidak tahu keadaan saya, karena memang jarang berjumpa.
 Ini yang menyedihkan.Berbeda misalnya saat saya mengeluh dengan agak sedikit bercanda di status facebook saya. Sesaat kemudian berbagai komentar yang isinya mendoakan dan mananyakan kesehatan, yang menghawatirkan kesehatan saya, sampai yang menyarankan saya agar lebih beristirahat.
Saya jadi ingat Mang Tia yang rumahnya di sebelah selatan, Bah Alit yang jadi ketua RT, Mang Atang, Bi Ade dan Mang Ujang yang rumahnya berdempetan dengan rumah saya. Terakhir bertemu Mang Ujang seminggu yang lalu. Bahkan Bi Ade janda tua yang hidu p sebatang kara yang rumah biliknya nempel di rumah saya, saya lupa lagi kapan terakhir saya menyapanya. Lebih parah lagi Mang Tia , seingat saya , berjumpa dan bersalaman di halaman masjid saat beres shalat Ied. Itu beberapa bulan yang lalu.
Mereka, yang saya sebutkan tadi adalah para tetangga dekat, bukan orang jauh. Tiba tiba-tba seakan menjadi jauh, seakan-akan tidak pernah kenal. Saya jadi ingat seorang tetangga yang menyindir kebiasaan kita yang begitu hangat dan akrab dengan teman yang jauh, bahkan sampai berangkulan seakan-akan seabad mereka tak bertemu, tapi tampak “datar” dan biasa-biasa saja, tanpa kehangatan saat bertemu tetangga dan kerabat dekat. Saya jadi tersindir.
Saat ini , saya ingat Mang Tia, Mang Ujang dan Bi Ade. BI Ade saat ini sudah punya beras belum ya? Apakah bulan ini anaknya yang kerja di Jakarta sudah kirim uang untuk membeli beras yang harganya makin  naik itu? Mudah-mudahan Kang Enur pemilik warung di depan itu masih mau member kas bon beras, garam, sabun colek atau supermi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.