Oleh Iwan Apriyana
Catatan untuk Asep Haerul Gani
Perkenalan
saya dengan hypnoterapi diperoleh dengan cara yang “menyesatkan” dan tak terduga.
Mengapa disebut menyesatkan? Karena hal itu berbeda dengan perkenalan saya
dengan kata cinta misalnya. Kata cinta diperkenalkan melalui cara-cara dan
peristiwa yang menyenangkan, seperti pertemuan dengan seseorang yang saya
senangi, lagu-lagu yang menguras emosi, bunga-bunga yang indah, puisi yang
mendayu-dayu ; serta berbagai pengalaman
yang sepenuhnya diliputi suasana hati yang riang. Meskipun sesugguhnya peristiwa cinta sendiri tidak berarti
selamanya menyenangkan, tetapi tetap saja tidak menggoyahkan pendririan dan
pemahaman saya terhadap cinta sebagai
suatu “yang aduhai” meskipun cinta sendiri sering saya anggap sebagai “Cerita Indah Namun Tiada
Arti “.
Pengalaman berkenalan dengan hypnoterapi tidak seindah
saya mengenal dan memahami kata cinta. Hypnoterapi atau yang pada awalnya saya identikkan dengan
hipnotis, diperkenalkan melalui peritiwa
kriminal yang saya dengar dari mulut ke mulut atau yang saya baca di koran. Dari situ, saya mulai
mengenal hipnotis sebagai salah satu modus operandi tindakan jahat yang patut
dijauhi yang sekaligus juga tersimpan
kebencian yang sangat di dalamnya. Dalam hati, saya membayangkan seseorang
yang kehilangan banyak benda berharga
karena ia telah dihipnotis oleh seseorang yang mungkin wajahnya menyeramkan dan
tidak memiliki perasaan.
Kebencian
terhadap hypnotis semakin menguat ,saat saya mengalami peristiwa yang saya
anggap sangat konyol. Siang itu, disebuah pusat pertokoan yang menjual onderdil
computer di daerah Kosambi, tiba-tiba
saya ditepuk oleh seseorang yang tidak saya kenal. Namun orang itu dengan
sangat meyakinkan bertanya pada tentang beberapa” temannya” diinstansi saya . Beberapa nama temannya itu tidak saya kenal, hanya
saya mengenal satu nama yang disebutkan oleh orang itu yang kebetulan menjadi
pimpinan di kantor pusat. Sejenak
kemudian saya sudah terlibat pembicaraan,meskipun saya sebenarnya lebih banyak
bengongnya, ketimbang merespon ucapannya. Pada saat kebengongan saya mencapai
titik kulminasinya, ia kemudian mengatakan bahwa ia butuh sejumlah uang untuk
ongkos pulang ke satu daerah di Sumedang. Dan tentu sudah dibayangkan bagaimana
endingnya. Dengan enteng saya mengeluarkan sejumlah uang dan memberikannya pada
“sahabat baru” saya itu. Setelah beberapa saa orang itu berlalu dari muka saya,
baru saya menyadari , apakah benar-benar ia
orang dekat dengan atasan saya di
kantor pusat? Kenapa saya harus mau mengikuti
perintahnya untuk mengeluarkan uang? Mengapa saya tidak bertanya tentang
hal-hal lain untuk menguji apakah benar-benar ia mengenal teman di kantor
pusat? Saya berkesimpulan saya telah di hipnotis !. Sejak itu saya katakan
dalam diri “Behati-hati lah dengan hipnotis.
Kebencian
saya, terhadap hipnotis serta berbagai hal yang ada disekitarnya pun terus
berlangsung sampai suatu saat saya mengalami perstiwa yang tak terduga.
Sore itu, di
pertengahan tahun 2009 ; seseorang mengudang saya untuk menghadiri diskusi bulanan
yang diselenggarakan oleh PPS (Pusat
Studi Sunda) dengan tema “Tarapeutik Sastra Keur Kajembaran Diri “.
Judul diskusi tersebut menarik karena berhubungan dengan dunia yang sudah lama
saya geluti dan saya merasa bagian di dalamnya ; yakni sastra. Pembicara utama
dalam diskusi itu disebutkan oleh moderator bernama Asep Haerul Gani serta Teddy AN Muhtadin. Nama yang pertama di sebut
tidak saya kenal, apakah ia seorang penulis atau penggiat sastra, sedang nama
yang kedua sering saya baca tulisanya di
sebuah majalah berbahasa Sunda di mana saya pernah menulis di media itu sekitar
tahun 90-an.
Ada hal yang
menarik perhatian saya dalam diskusi itu, yakni paparan yang dikemukakan Asep
Haerul Gani , bahwa selama ini satsra teutama puisi hanya diselisik dari aspek bahasanya yang mengandung rima, metaphor dan
gaya bahasa yang ada di dalamnya. Padahal sesuguhhnya puisi mengandung unsure
pengobatan (terapi). Contoh yang paling nyata dalam kasus ini adalah penggunaan
mantera-mantera yang banyak digunakan para dukun untuk melakukan terapi. Sebagai
seorang yang penikmat sastra, saya memperoleh pemahaman dan kesadaran baru
tentang dunia sastra lewat diskusi itu.
Khususnya, bagaimana sastra mampu memberikan efek terapi bagi orang lain.
Diskusi
tersebut, dalam perkembangannya kemudian menggoda saya untuk lebih
memahami hubungan antara sastra dengan
terapi. Beruntunglah waktu itu Asep
Haerul Gani memberikan soft kopi
beberapa tulisan yang berkaitan dengan terapi. Saat saya pelajari tulisan itu,
sebenarnya tidak secara khusus menyingung peranan sastra dengan terapi, tetapi
lebih menekankan bagaimana proses terapi dengan
mengguakan pendekatakan hyponterapi.
Tapi aneh bin ajaib, saat saya membaca tulisan itu yang sebagian besar berbicara soal hipnotis dan hypnoterapi ,
kebencian saya terhadap kata hipnotis yang entah berapa lama tersimpan dalam memori
saya seakan akan mmenguap begitu saja. Saat itu boleh jadi saya jadi amnesia terhadap
hipnotis. Dan yang lebih mengherankan lagi adalah ,timbulnya perasaan tertarik dengan berbagai penanganan kasus yang
dialami klien dalam tulisan itu yang mengalami masalah yang berhubungan dengan
pribadinya dengan menggunakan pendekatan hypnoterapi.
Entah jin mana
yang ditiupkan oleh Asep Haerul Gani dalam
diri saya , sehingga mulai saat itu saya begitu rajin membaca berbagai hal yang berhubunan dengan
hipnotis dan hipnoterapi, saya juga begitu rajin menjelajahi poral NLP di
internet, rajin mendownload berbagai uraian yang berhubungan dengan hypnosis,
dan meskipun agak malas terpaksa membeli
buku yang didalamnya menguraikan hipnotis dengan segala macam
pernak-perniknya.
“Buat apa
membaca bukunya kalau nggak ikut praktik?” Membaca buku saja tak berarti
apa-apa kalau tidak ikut pelatihan” kata-kata itulah yang sering diungkapkan
kan oleh Asep pada saat saat saya berkomunkisi denganya. Kalaupun saya bertanya
banyak hal jawabanya singkat saja “ikut saja pelatihannya”. Saya ini kan cuma pegawai yang gajinya gak cukup memadai untuk ikut pelatihan? Jawabnnya tetap saja pendek “ikut saja
pelatihannya”.
Benar, saya berasumsi
bahwa pengetahuan sepraktis dan semudah apapun yang beruhubungan dengan hypnoterapi
tidak berarti bila tidak ikut pelatihan. Bagaimana seorang dikatakan pendekar
kalau selamanya tapa di atas gunung dan
tidak pernah ikut bertarung dengan pendekar lainnya nuntuk menguji sejauh mana
kemahiran jurusnya?
Atas berkat
rahmat Allah yang Maha Kuasa dan
didorong oleh keinginan yang luhur (koq jadi
mirip alinea ketiga Pembukaan UUD 45 ya?) serta atas provokasi Kang Asep
Haerul Gani, saya berksempatan mengkuti pelatihan selama dua hari di Bandung
(meski ada bolongnya karena terganggu kegiatan saya yang lain). Selama dua hari
itu, pemahaman saya tentang hypnoterapi lebih terbuka dari sebelumnya. Lewat
berbagai bentuk latihan Asep menjelaskan berbagai hal yang berkaitan dengan hypnoterapi,
berbagai metode latihan tersebut memunculkan wawasan dan pemahaman baru tentang
tubuh, kecerdasan tubuh, memberdayakan diri, dan berbagai hal lain yang tidak
saya jumpai sebelumnya termasuk dalam buku sekalipun.
Hal yang
penting dari hypnoterapi adalah melakukan praktik. Beruntunglah saya sebagai
guru karena banyak memiliki murid. Sebagian metode yang pernah diajarkan saya coba praktikkan pada puluhan
murid saya. (Nak maafkan Bapak karena telah menjadikan kalian kelinci
percobaan…!). Hasilnya, sungguh luar biasa, saya punya pengalaman yang belum
pernah saya alami sebelumnya, dan saya merasakan kegembraan serta “keberdayaan
diri ” yang tidak saya rasakan sebelumnya, terlebih karena respon dari teman-teman pun
demikian bagusnya termasuk dari kepala sekolah yang berkali-kali mengakatan
“bagus” dan “nuhun Pak Iwan” dan telah memprogramkan kegiatan yang saya lakukan
itu pada anak-anak dalam persiapan menghadapi ujian nasional pekan depan.
Tidak hanya
itu, seorang teman dengan keikhlasan yang penuh berharap pada saya untuk
membantu memecahkan masalah yang dia alami. Dengan keberanian yang penuh
pula sambil “nyambat” guru saya Asep Haerul
Gani, saya mencoba melakukan terapi. Alhamdulah dia berhasil mengalam trance,
ia mengalami peristiwa yang sangat luar biasa, tanganya terasa berat dan kaku
padahal ia ingin sekali merangkul ibunya yang dihadirkan dalam imajinasinya.
Ada gurat-gurat kelegaan di dalam wajahnya yang sangat berbeda saat ia belum
mengalami terapi, dengan berapi-api ia ceritakan pengalaman itu kepada rekan
yang lain.
Banyak hal
yang sesungguhnya ingin saya paparkan dalam catatan ini. Namun sengaja tidak saya paparkan di sini
sebab yakin teman-teman yang lain memiliki pengalam an yang lebih spketuakuler
dan lebih dahsyat dari pengalaman saya .
Sebelum saya
mengakhiri tulisan ini, saya sebenarnya ingin berkata “ Berhati-hatilah dengan hypnoterapi” mengapa? Karena kita akan mengalami hal-hal
yang terduga dan sangat luar biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar