Selasa, 05 Juni 2012

Memahami Fenomena Kesurupan pada Siswa



Oleh Iwan Apriyana

Kesurupan menurut pandangan tradisional adalah peristiwa  masuknya satu kekuatan ke dalam tubuh seseorang yang kemudian menjelma menjadi tokoh lain di luar diri seseorang tersebut.  Sebagian masyarakat menganggap kesurupan sebagai fenomena mistik yang luar bisaa dan aneh. Kesurupan sering  dihubungkan dengan keadaan jiwa  seseorang yang berada dalam situasi “kosong”. Di Bali, kesurupan dimaknai sebagai sinyal dari  kekuatan roh dan leluhur  yang sedang menunjukkan kuasanya atas situasi yang terjadi.  
Respon terhadap kesurupan  terbelah menjadi dua kubu yang saling bertentangan. Ada yang memandang kesururpuan sebagai fenomena mistik, dan supranatural, seperti pandangan tradisional tadi, ada juga pandangan yang menganggapnya sebagai fenomena psikologis. Akibat dari kedua pandangan tersebut, penatalaksanaan  terhadap kesurupan pun menjadi berbeda pula.
Karena  kesurupan merupakan fenomena mistik, pandangan tradisonal melakukan penyembuhan dengan menggunakan kekuatan supranatural seperti doa-doa; dan mantra ; yang dilakukan oleh tokoh yang memiliki mekuatan supranatural pula, seperti pawang, dukun  ustad dan sebagainya. Tokoh-tokoh tersebut diyakini memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh yang “nyurup”;  sehingga dapat  mengembalikan kekuatan  yang “nyurup”  tadi ke luar dari diri seseorang untuk kembali ke habitat asalnya.
Dalam khazanah kesenian tradisional, fenomena kesurupan memang sengaja dipelihara, untuk menunjukkan keunikan yang dimiliki seni tradional tersebut. Seperti tampak pada kesenian kuda lumping.  Para pemain kuda lumping diyakini telah dimasuki roah gaib sehingga membuatnya mampu melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh akal sehat. Seperti memakan beling, rumput dan sebagainya .
Namun, entah karena jenuh tinggal di alam lain, atau mungkin ingin mencoba pengalaman baru,  para roh dan mahluk dari dunia lain yang bisanya hadir nyurup ke dalam pemain kuda lumping, kini rajin pula  bersemayam dan nyurup pada pelajar sekolah kita . Dunia pendidikan pun menjadi sangat sibuk dan heboh dengan adanya fenemona kesurupan yang melanda para siswa tersebut . Kejadian tersebut tak urung  memunculkn spekulasi  adanya ketidakyamanan para roh atau mahluk lain yang “ngageugeuh” di sekitar sekolah tersebut. Untuk itu ada juga sekolah yang mengadakan ritual-ritual tertentu sebagai bentuk kompromi dengan para roh supaya tidak berulah dan menyambangi para siswa.
Benarkah  fenomena kesurupan  itu sebagai fenomena mistik sebagai akibat dari masuknya satu entitas ke dalam tubuh badan seseorang ? Asep Haerul Gani,  seorang psikolog yang juga trainer pada pelatihan Ericksonan Hiynoterapy dengan tegas menyangkalnya. Menurutnya, kesurupan yang  dialami para siswa adalah gejala psikologis, dan tidak memiliki relasi atau disebabkan oleh adanya fenomena mistik, yakni jin yang masuk ke dalam diri siswa. Berkaitan dengan maraknya gejala kesurupan yang melanda para siswa sekolah, Asep menengarai adanya faktor pemicunya. Pertama gajala kesurupan muncul saat menjelang Ujian Sekolah dan UN (Ujian Nasional), kedua kesurupan terjadi dibeberaa seolah tertentu yang menerapkan sistem belajar full day.
Menurut Asep, kesurupan dipicu oleh adanya stress yang melanda siswa. Stres yang dialami para siswa mengalami titik didih  akibat orang tua yang atau pihak lain seakan-akan tidak peduli pada keaadan siswa. Pada saat tertentu, stress yang mengalami titik didih itu meledak dalam bentuk kesurupan. Kesurupan yang dialami para siswa  bersifat massal, karena sugesti yang ditimbulkannya. Pada saat kesurupan siswa menunjukkan gejala perubahan pisik, seperti terdengar auman, cakaran, teriakan, kejang pada kaki dan tangan, bola mata membelakak.  Dalam kondisi seperti itu, seolah-olah siswa  menjelama menjadi mahluk lain dari dunia lain.
Berkaitan dengan adanya tokoh lain, seperti “mahluk gaib” yang menjelma pada diri seorang pelajar, Asep menjelaskannya dengan menggunakan pendekatan psikologi  budaya. Menurutnya, ketika tidak ada orang yang perduli dengan dirinya  , maka siswa yang mengalami kesurupan  mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh lain yang pernah hidup dalam pandangan masyarakat disuatu daerah yang  memiliki pengaruh dan kekuatan.  Hal itu dilakukan untuk memberi tekanan pada orang lain agar memperhatikan dirinya. Lalu, bagaimana para siswa mengenal dan menhadirkan tokoh itu? Menurut Asep  kehadiran tokoh itu sendiri mungkin dikenalnya melalui cerita-cerita yang pernah di rekam di alam bawah sadarnya.
Dengan menggunakan logika seperti ini, kita dapat melihat hal ini pada perilaku seorang anak yang sangat mencintai tokoh tertentu, seperti sipderman, batman dan tokoh-tokoh lain yang menjadi idolanya. Dan pada saat-saat tertentu sang anak pun menunjukkan tingkah laku, dan katakter tokoh yang menjadi idolanya. Itulah saat dimana seorang anak sedang mengalami “kesurupan” dan orang dewasa menganggapnya sebagai hal yang lumrah.
Dalam hal penanganan terhahap kesurupan, seperti yang pernah dilakukannya, Asep Haerul Gani, menggunakan dua macam teknik , yakni dengan teknik mengikuti polanya, memotong polanya.
Cara pertama dlakukan denban mengajak berdialog dengan seseorang.  dalam stuasi seperti ini ,orang yang akan menyembuhkan dituntut untuk  memahami alur pikiran orang yang kesurupan. Dalam kasus ini Asep mencontohkan saat ia menangani seseorang yang kerurupan dengan mengaku  dirinya sebagai “macan” dari hutan tertentu. Maka saat itu Asep mengajak dialog “sang macan” setelah dialog itu “nyambung” Asep meminta  agar macan itu tidur beberapa menit, dan benar saja macan itu mengikuti perintahnya dan tertidur, saat bangun orang yang  kerusupan sudah sadar kembali.
Cara yang kedua dengan menggunkan  teknik memotong polanya. Untuk kasus ini Asep memiliki pengalaman saat menyembuhkan orang yang mengaku sebagai jin dari wilayah tertentu. Saat berdalog dengan jin itulah Asep mengancamnya akan membakar jin tersebut, entah karena takut dengan ancanamn tersebut , sesaat kemudian orang yang keurupan itu sadar.
Berkaitan dengan pandangan bahwa kesurupan  terjadi karena ada jin yang masuk ke dalam diri seseorang, Asep memiliki pemahaman  bahwa jin yang dimaksud adalah jin yang berasal dari bahasa Arab “jinna” yang artinya “tersembunyi” ; bukan dalam pengertian jin sebagai mahluk gaib atau mahluk halus.
Mengingat fenomena kesurupan bukanlah fennomena mistik, tetapi merupakan gejala psikolgis, maka sudah sewajarnya jika pihak sekolah dan orang tua memahami kondisi kejiwaan para siswanya, terutama menjekang kegiatan Ujian Nasional , dimana kondisi kejiwaan siswa berada dalam tekanan yang hebat. Untuk itu diperlukan suasana yang nyaman dan kondusif . Untuk mencegah terjadinya kesurupan pada siswa guru perlu memiliki “mantra-mantra” berupa kata-kata atau pernyataan menyejukkan yang bisa menjelmakan suasana yang nyaman dan tenang. Bukan dengan  pernyataan dan kata-kata  yang malah bisa memicu tekanan itu lebih berat lagi sehingga menjadi pemantik bagi diri siswa untuk terjadinya kesurupan.


                                                                                                                                                    Penulis,
                                                                                                                  Peminat Erikcsonian Hyponterapy
                                                                                                                  Guru SMPN 1 Nagreg Kab. Bandung


  (Iwan Apriyana, SMPN 1 Nagreg Kab. Bandung, Jl Raya Nagreg 776, 081573138069/022 7950794, iwanapriyana@yahoo.co.ic)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Text widget

About

Selasa, 05 Juni 2012

Memahami Fenomena Kesurupan pada Siswa



Oleh Iwan Apriyana

Kesurupan menurut pandangan tradisional adalah peristiwa  masuknya satu kekuatan ke dalam tubuh seseorang yang kemudian menjelma menjadi tokoh lain di luar diri seseorang tersebut.  Sebagian masyarakat menganggap kesurupan sebagai fenomena mistik yang luar bisaa dan aneh. Kesurupan sering  dihubungkan dengan keadaan jiwa  seseorang yang berada dalam situasi “kosong”. Di Bali, kesurupan dimaknai sebagai sinyal dari  kekuatan roh dan leluhur  yang sedang menunjukkan kuasanya atas situasi yang terjadi.  
Respon terhadap kesurupan  terbelah menjadi dua kubu yang saling bertentangan. Ada yang memandang kesururpuan sebagai fenomena mistik, dan supranatural, seperti pandangan tradisional tadi, ada juga pandangan yang menganggapnya sebagai fenomena psikologis. Akibat dari kedua pandangan tersebut, penatalaksanaan  terhadap kesurupan pun menjadi berbeda pula.
Karena  kesurupan merupakan fenomena mistik, pandangan tradisonal melakukan penyembuhan dengan menggunakan kekuatan supranatural seperti doa-doa; dan mantra ; yang dilakukan oleh tokoh yang memiliki mekuatan supranatural pula, seperti pawang, dukun  ustad dan sebagainya. Tokoh-tokoh tersebut diyakini memiliki kemampuan untuk berkomunikasi dengan roh yang “nyurup”;  sehingga dapat  mengembalikan kekuatan  yang “nyurup”  tadi ke luar dari diri seseorang untuk kembali ke habitat asalnya.
Dalam khazanah kesenian tradisional, fenomena kesurupan memang sengaja dipelihara, untuk menunjukkan keunikan yang dimiliki seni tradional tersebut. Seperti tampak pada kesenian kuda lumping.  Para pemain kuda lumping diyakini telah dimasuki roah gaib sehingga membuatnya mampu melakukan hal-hal yang tidak mungkin dilakukan oleh akal sehat. Seperti memakan beling, rumput dan sebagainya .
Namun, entah karena jenuh tinggal di alam lain, atau mungkin ingin mencoba pengalaman baru,  para roh dan mahluk dari dunia lain yang bisanya hadir nyurup ke dalam pemain kuda lumping, kini rajin pula  bersemayam dan nyurup pada pelajar sekolah kita . Dunia pendidikan pun menjadi sangat sibuk dan heboh dengan adanya fenemona kesurupan yang melanda para siswa tersebut . Kejadian tersebut tak urung  memunculkn spekulasi  adanya ketidakyamanan para roh atau mahluk lain yang “ngageugeuh” di sekitar sekolah tersebut. Untuk itu ada juga sekolah yang mengadakan ritual-ritual tertentu sebagai bentuk kompromi dengan para roh supaya tidak berulah dan menyambangi para siswa.
Benarkah  fenomena kesurupan  itu sebagai fenomena mistik sebagai akibat dari masuknya satu entitas ke dalam tubuh badan seseorang ? Asep Haerul Gani,  seorang psikolog yang juga trainer pada pelatihan Ericksonan Hiynoterapy dengan tegas menyangkalnya. Menurutnya, kesurupan yang  dialami para siswa adalah gejala psikologis, dan tidak memiliki relasi atau disebabkan oleh adanya fenomena mistik, yakni jin yang masuk ke dalam diri siswa. Berkaitan dengan maraknya gejala kesurupan yang melanda para siswa sekolah, Asep menengarai adanya faktor pemicunya. Pertama gajala kesurupan muncul saat menjelang Ujian Sekolah dan UN (Ujian Nasional), kedua kesurupan terjadi dibeberaa seolah tertentu yang menerapkan sistem belajar full day.
Menurut Asep, kesurupan dipicu oleh adanya stress yang melanda siswa. Stres yang dialami para siswa mengalami titik didih  akibat orang tua yang atau pihak lain seakan-akan tidak peduli pada keaadan siswa. Pada saat tertentu, stress yang mengalami titik didih itu meledak dalam bentuk kesurupan. Kesurupan yang dialami para siswa  bersifat massal, karena sugesti yang ditimbulkannya. Pada saat kesurupan siswa menunjukkan gejala perubahan pisik, seperti terdengar auman, cakaran, teriakan, kejang pada kaki dan tangan, bola mata membelakak.  Dalam kondisi seperti itu, seolah-olah siswa  menjelama menjadi mahluk lain dari dunia lain.
Berkaitan dengan adanya tokoh lain, seperti “mahluk gaib” yang menjelma pada diri seorang pelajar, Asep menjelaskannya dengan menggunakan pendekatan psikologi  budaya. Menurutnya, ketika tidak ada orang yang perduli dengan dirinya  , maka siswa yang mengalami kesurupan  mengidentifikasikan dirinya dengan tokoh lain yang pernah hidup dalam pandangan masyarakat disuatu daerah yang  memiliki pengaruh dan kekuatan.  Hal itu dilakukan untuk memberi tekanan pada orang lain agar memperhatikan dirinya. Lalu, bagaimana para siswa mengenal dan menhadirkan tokoh itu? Menurut Asep  kehadiran tokoh itu sendiri mungkin dikenalnya melalui cerita-cerita yang pernah di rekam di alam bawah sadarnya.
Dengan menggunakan logika seperti ini, kita dapat melihat hal ini pada perilaku seorang anak yang sangat mencintai tokoh tertentu, seperti sipderman, batman dan tokoh-tokoh lain yang menjadi idolanya. Dan pada saat-saat tertentu sang anak pun menunjukkan tingkah laku, dan katakter tokoh yang menjadi idolanya. Itulah saat dimana seorang anak sedang mengalami “kesurupan” dan orang dewasa menganggapnya sebagai hal yang lumrah.
Dalam hal penanganan terhahap kesurupan, seperti yang pernah dilakukannya, Asep Haerul Gani, menggunakan dua macam teknik , yakni dengan teknik mengikuti polanya, memotong polanya.
Cara pertama dlakukan denban mengajak berdialog dengan seseorang.  dalam stuasi seperti ini ,orang yang akan menyembuhkan dituntut untuk  memahami alur pikiran orang yang kesurupan. Dalam kasus ini Asep mencontohkan saat ia menangani seseorang yang kerurupan dengan mengaku  dirinya sebagai “macan” dari hutan tertentu. Maka saat itu Asep mengajak dialog “sang macan” setelah dialog itu “nyambung” Asep meminta  agar macan itu tidur beberapa menit, dan benar saja macan itu mengikuti perintahnya dan tertidur, saat bangun orang yang  kerusupan sudah sadar kembali.
Cara yang kedua dengan menggunkan  teknik memotong polanya. Untuk kasus ini Asep memiliki pengalaman saat menyembuhkan orang yang mengaku sebagai jin dari wilayah tertentu. Saat berdalog dengan jin itulah Asep mengancamnya akan membakar jin tersebut, entah karena takut dengan ancanamn tersebut , sesaat kemudian orang yang keurupan itu sadar.
Berkaitan dengan pandangan bahwa kesurupan  terjadi karena ada jin yang masuk ke dalam diri seseorang, Asep memiliki pemahaman  bahwa jin yang dimaksud adalah jin yang berasal dari bahasa Arab “jinna” yang artinya “tersembunyi” ; bukan dalam pengertian jin sebagai mahluk gaib atau mahluk halus.
Mengingat fenomena kesurupan bukanlah fennomena mistik, tetapi merupakan gejala psikolgis, maka sudah sewajarnya jika pihak sekolah dan orang tua memahami kondisi kejiwaan para siswanya, terutama menjekang kegiatan Ujian Nasional , dimana kondisi kejiwaan siswa berada dalam tekanan yang hebat. Untuk itu diperlukan suasana yang nyaman dan kondusif . Untuk mencegah terjadinya kesurupan pada siswa guru perlu memiliki “mantra-mantra” berupa kata-kata atau pernyataan menyejukkan yang bisa menjelmakan suasana yang nyaman dan tenang. Bukan dengan  pernyataan dan kata-kata  yang malah bisa memicu tekanan itu lebih berat lagi sehingga menjadi pemantik bagi diri siswa untuk terjadinya kesurupan.


                                                                                                                                                    Penulis,
                                                                                                                  Peminat Erikcsonian Hyponterapy
                                                                                                                  Guru SMPN 1 Nagreg Kab. Bandung


  (Iwan Apriyana, SMPN 1 Nagreg Kab. Bandung, Jl Raya Nagreg 776, 081573138069/022 7950794, iwanapriyana@yahoo.co.ic)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.