Iwan Ardhie Priyana
Beberapa tahun
yang lalu kita pernah dihebohkan dengan beredarnya rekaman video porno salah
seorang oknum anggota DPR dengan wanita
aktivis salah satu partai . Tak pelak lagi, video itu mengundang reaksi keras masyarakat.
Sebab tidak saja Partai yang menjadi pengusung oknum anggota DPR itu yang
tercemar, tetapi Senayan pun mendulang kecaman
masyarakat; ditengah menurunnya krisis kepercayaan masyarakat terhadap
perlemen. Sungguh mengherankan, bagaimana seorang wakil rakyat “yang terhormat” itu melakukan tindakan nista seperti itu.
Buntut kejadian tersebut oknum anggota
DPR itu mengundurkan diri, dan kasus nya sendiri sepertinya hilang tak jelas rimbanya
.Namun, yang tak kalah hebohnya adalah beberapa waktu yang lalu , wanita yang
menjadi teman kencan sang mantan anggota DPR muncul lagi di tengah public kali ini mencalonkan diri sebagai calon bupati salah
satu kabupaten di Jawa Timur.
Hari-hari ini
pun kehebohan terulang lagi, menyusul beredarnya video porno yang pelakunya “mirip”
Ariel Peterpan, Luna Maya dan Cut Tari. Di banding video porno mantan oknum
anggota DPR, video porno mirip ketiga selebritis itu benar-benar menyedot perhatian
masyarakat, bahkan mampu menggeser popularitas kasus Susno Duadji, Dana Aspirasi
Masyarakat yang di gagas DPR dan Kasus Bank Century.Kasus itu pun juga menyita
perhatian public mancanegara karena dikutip juga oleh media asing. Sungguh,
inilah Kejadian yang menyedihkan dan menyakitkan bagi negeri yang sudah jatuh
bangun didera krisis ekonomi ini. Terkait dengan kasus ini ,Menteri Negara
Urusan Pemberdayaan Perempuan menegaskan bahwa bangsa ini tengah mengalami
krisis moral.
Krisis moral
yang paling nyata dengan mengaca pada kasus video porno teserbut , salah satu
nya adalah hilangnya rasa malu. Lihat saja bagaimana wanita yang menjadi
pasangan mesum mantan anggota DPR itu berani tampil kembali, tak
tanggung-tanggung pula untuk mencalonkan diri menjadi calon bupati; meski sesungguhnya, dari sisi regulasi , perundang-undang dan HAM, setiap orang punya hak untuk
mencalonkan diri dalam Pilkada. Tanpa rasa malu pula seseorang berani merekam
adegan yang tidak pantas di tempat tidur, dan dengan tanpa rasa malu pula
seseorang bisa tampil untuk “membantah”
dengan dalih itu hanya mirip dirinya. Bila di runtut lagi kebelakang, berbagai
peristiwa yang menunjukkan hilang rasa malu juga dipertontonkan , melalui adu
otot anggota DPR dalam sidang paripurna, saling memaki dengan mengeluarkan kata-kata kasar dalam sidang
yang ditonton jutaan pemirsa televisi. Meski semua itu dibungkus dengan bingkai
demokrasi dan kebebasan berpendapat. Menyedihkan karena pelakunya adalah
orang-orang terhormat yang seharusnya menjaga kehormatan dirinya.
Rasa malu sejatinya
merupakan fitrah manusia yang dengan itu manusia menempatkan dirinya sebagai
manusia yang beradab . Melalui rasa malu manusia mampu mengontrol dirinya
untuk menghindari melakukan tindakan
yang akan menghancurkan harga diri dan martabatnya sebagai manusia. Tanpa rasa
malu, manusia sudah memposisikan dirinya sejajar dengan hewan yang setiap
tindakannya lebih dirorong oleh nafsunya. Lemahnya kesadaran akan fitrah itu
lah yang mendorong manusia melakukan tindakan-tindakan instingtif, seperti
marah tak terkendali, dan meluapkan nafsu birahi tanpa kontrol diri.
Yang
mengherankan adalah, rasa malu itu masih dimiliki oleh orang-orang kecil yang
tertindas. Perhatikan bagaimana para PSK
, pelaku tindakan criminal, yang menutupi wajahnya saat tertangkap kamera
televisi. Pemandangan sebaliknya jutsru
ditunjukkan koruptor yang masih sempat cengengesan dan tersenyum di depan
kamera.
Sebagai bangsa
yang besar, bangsa yang memiliki nilai-nilai luhur, seharusnya rasa malu
menjadi karakter bangsa yang akan mendorong bangsa ini menjadi bangsa yang
maju. Dengan rasa malu, politisi menghindari
korupsi, juga pejabat rela mundur karena janji-janjinya saat kampanye
tidak terbukti.Tak ada lagi caci maki dan adu jotos di depan televisi, takkan
ada lagi yang berani beradegan mesum di depan kamera meski dengan dalih untuk
kepentingan diri sendiri.
Upaya untuk
mencegah krisis moral yang lebih parah lagi,
memang memerlukan usaha yang
sungguh-sungguh dari berbagai pihak. Salah satunya adalah keteladanan para
politisi dan pemimpin negeri ini yang ditunjukkan melalui perilakunya. Bukan hanya dengan
berbagai peraturan dan Undang-undang yang sekedar tertulis saja tanpa ada
realisasinya.
Hadis di bawah
ini hendaknya menjadi perenungan kita bersama :
“Jika
Allah ingin menghancurkan suatu kaum, maka dicabutlah dari mereka rasa malu.
Bila rasa malu telah hilang maka yang timbul adalah sikap keras hati. Bila
sikap keras hati itu membudaya, maka Allah akan mencabut dari mereka sikap
amanah dan tanggung jawab. Bila sikap amanah telah lenyap maka yang muncul
adalah para pengkhianat. Bila para pengkhianat sudah merajalela maka Alaah akan
mengangkat rahmat-Nya dari mereka. Bila rahmat Allah telah sirna maka akan
tampillah manusia-manusia terkutuk. Bila manusia-manusia laknat itu telah
berkuasa maka akan tercabutlah dari kehidupan mereka tali-tali Islam.” (HR.
Ibnu Majah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar