Iwan Ardhie Priyana
Menyedihkan, itulah komentar yang muncul
menanggapi pernyataan Mendiknas sebagaimana di kutip sebuah harian nasional
Senin (1/11) bahwa “Guru-guru yang sudah lolos
sertifikasi umumnya tidak menunjukkan kemajuan, baik dari sisi pedagogis,
kepribadian, profesional, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang
sertifikasi, tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru semakin
menurun”.
Sinyaleman Mendiknas, tampaknya sejalan dengan hasil
evaluasi yang di laksanakan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), sebagaiman
diungkapkan Rektor UPI . Berdasarkan hasil evaluasi terhadap guru yang telah
lolos sertifikasi, sebanyak 10 persen dari 200.000 guru bersertifikat di Jawa
Barat mengalami penurunan kinerja. Sebanyak 70 persen lainnya stagnan atau
tetap, dan 20 persen sisanya mengalami peningkatan. Mereka yang mengalami
peningkatan kualitas adalah guru yang lulus melalui pendidikan dan pelatihan,
sementara yang mengalami penurunan kualitas adalah guru yang lulus langsung
melalui portofolio. (PR, 9/11)
Mendiknas boleh jadi merasa gerah
dengan penurunan kulitas tersebut , mengingat dana yang telah digelontorkan pemerintah untuk
membayar tunjangan sertifikasi guru relative besar. Pada tahhun in saja, pemerintah
telah menggelontorkan dana sebesar 60 triliun anggaran pendidikan, yang
diperntukkan untuk gaji PNS termasuk
tunjangan.
Sertifikasi merupakan implementasi
UU Sisdiknas Tahun 2003 yang bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan meningkatkan kesejahteraan guru
diharapkan meningkat pula kualitas pendidikan kita. Akan tetapi, tesis itu
untuk sementara terpaksa harus ditunda jika dikaitkan dengan pernyataan
Mendiknas serta hasil evalusi oleh UPI di atas. Dengan kata lain, harapan
peningkatan mutu pendidikan seiring dengan peningkatan kesejahtaraan guru ,
tampaknya belum benar-benar akan terwujud.
Padahal , berbagai pihak beraharap, mutu pendidikan meningkat, seriring
dengan kucuran dana bagi guru.
Sejak digulirkan program sertifikasi
bagi guru baik melalui jalur forto polio, maupun jalur PLPG ( Pendidikan dan
Latihan Profesionalisme guru), berbagai pesimisme kerap disuarakan oleh para
pemerhati pendidikan. Mampu kah mengubah kultur guru dalam sepuluh hari melalui
PLPG ? Meski banyak yang bersuara sumbang, namun di pihak lain, dalam hal ini ,
pemerintah tetap optimis bahwa program sertfikasi akan meningkatkan kualias
pendidikan. Program sertifikasi ini pun tetap bergulir setiap tahun.
Menyikapi menurunnya kualitas guru
yang telah mengikuti sertifikasi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Prov. Jawa
Barat mencoba bersikap bijak dengan tidak menyalahkan guru. Menurutnya sangat
wajar jika untuk sementara ini para guru masih memikirkan dulu masalah
kesejahteraan daripada kualitas profesionalismenya. Namun, hal itu akan berubah
seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pencairan tunjangan profesi.
Kembali ke pernyaraan Mendiknas di
atas, rasanya itu merupakan sinyal. Artinya ada yang perlu dibenahi menyangkut
komitmen guru terhadap tugasnya. Sebab mereka yang sudah memperoleh sertifikasi
dan menikmati tunjangan, memiliki tanggung jawab moral di pundaknya untuk menunjukkan
bahwa mereka memang pantas di sebut sebagai guru professional. Apabila komitmen
tersebut diabaikan, dikhawatirkan terjadinya degradasi kepercayaan masyarakat
terhadap guru pada umumnya. Masyarakat tentu akan mempertanyakan tun jangan
besar yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk para guru jika hasilnya jauh dari
harapan. Ketidakpercayaan masyarakat pada guru khusunya maupun pada dunia
pendidikan pada umumnya dikhawatirkan akan semakin meperburuk citra dunia
pendidikan di tana air.
Pernyataan dan hasil evaluasi UPI
merupakan masukan berharga bagi para guru yang sudah memperoleh tunjangan
sertifikasi. Hal itu dapat dijadikan koreksi dan instrospeksi. Ini menunjukkan
bahwa memang pemerintah, serta perguruan tinggi
menaruh harapan besar pada dunia pendidikan. Sebagaimana telah dimaklumi
bersama bahwa, menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan rendahnya
kesejahteraan guru. Rendahnya kesejahteraan guru tidak sebanding dengan tugas
yang diembanya yang me nyebabkan guru tidak focus pada pekerjaannya. Dengan
telah bergurlirnya sertifikasi, guru memperoleh tunjangan, sehingga
penghasilannya meningkat. Oleh sebab itu, tak ada lagi alasan untuk tidak
meningkatkan kualitas profesionalismenya.
Di samping komitmen yang kuat
terhadap tugas dan kewajibannya, pengawasan dan pembinaan dari pihak terkait
memang diperlukan. Menurut rektor UPI,
penurunan kualitas tersebet disebabkan belum adanya pembinaan.(Penulis guru dan
pengamat masalah pendidikan)
Dalam penelitian saya dan istri ditemukan.
BalasHapus1. Tidak signifikannya pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru dalam kasus program sertifikasi guru
2. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru menjadi signifikan jika melibatkan kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel modetasi.
Smoga sharenya bermanfaat.
Betul, saya setuju, dalam pandangan saya juga begitu. Secara kasat mata tak ada korelasi antara penambahan kesejahteraan melalui sertifkasi denan peningkatan kinerja guru. Hatur nuhun, Darmawan atas komentarnya.
BalasHapus