Senin, 04 Juni 2012

Sertifikasi Guru dan Peningkatan Kualitas Pendidikan



Iwan Ardhie Priyana
Menyedihkan, itulah komentar yang muncul menanggapi pernyataan Mendiknas sebagaimana di kutip sebuah harian nasional Senin (1/11) bahwa  “Guru-guru yang sudah lolos sertifikasi umumnya tidak menunjukkan kemajuan, baik dari sisi pedagogis, kepribadian, profesional, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang sertifikasi, tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru semakin menurun”.
Sinyaleman Mendiknas, tampaknya sejalan dengan hasil evaluasi yang di laksanakan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), sebagaiman diungkapkan Rektor UPI . Berdasarkan hasil evaluasi terhadap guru yang telah lolos sertifikasi, sebanyak 10 persen dari 200.000 guru bersertifikat di Jawa Barat mengalami penurunan kinerja. Sebanyak 70 persen lainnya stagnan atau tetap, dan 20 persen sisanya mengalami peningkatan. Mereka yang mengalami peningkatan kualitas adalah guru yang lulus melalui pendidikan dan pelatihan, sementara yang mengalami penurunan kualitas adalah guru yang lulus langsung melalui portofolio. (PR, 9/11)
Mendiknas boleh jadi merasa gerah dengan penurunan kulitas tersebut , mengingat dana  yang telah digelontorkan pemerintah untuk membayar tunjangan sertifikasi guru relative besar. Pada tahhun in saja, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar 60 triliun anggaran pendidikan, yang diperntukkan untuk gaji  PNS termasuk tunjangan.
Sertifikasi merupakan implementasi UU Sisdiknas Tahun  2003 yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan meningkatkan kesejahteraan guru diharapkan meningkat pula kualitas pendidikan kita. Akan tetapi, tesis itu untuk sementara terpaksa harus ditunda jika dikaitkan dengan pernyataan Mendiknas serta hasil evalusi oleh UPI di atas. Dengan kata lain, harapan peningkatan mutu pendidikan seiring dengan peningkatan kesejahtaraan guru , tampaknya belum benar-benar akan terwujud.  Padahal , berbagai pihak beraharap, mutu pendidikan meningkat, seriring dengan kucuran dana bagi guru.
Sejak digulirkan program sertifikasi bagi guru baik melalui jalur forto polio, maupun jalur PLPG ( Pendidikan dan Latihan Profesionalisme guru), berbagai pesimisme kerap disuarakan oleh para pemerhati pendidikan. Mampu kah mengubah kultur guru dalam sepuluh hari melalui PLPG ? Meski banyak yang bersuara sumbang, namun di pihak lain, dalam hal ini , pemerintah tetap optimis bahwa program sertfikasi akan meningkatkan kualias pendidikan. Program sertifikasi ini pun tetap bergulir setiap tahun.
Menyikapi menurunnya kualitas guru yang telah mengikuti sertifikasi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Prov. Jawa Barat mencoba bersikap bijak dengan tidak menyalahkan guru. Menurutnya sangat wajar jika untuk sementara ini para guru masih memikirkan dulu masalah kesejahteraan daripada kualitas profesionalismenya. Namun, hal itu akan berubah seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pencairan tunjangan profesi.

Kembali ke pernyaraan Mendiknas di atas, rasanya itu merupakan sinyal. Artinya ada yang perlu dibenahi menyangkut komitmen guru terhadap tugasnya. Sebab mereka yang sudah memperoleh sertifikasi dan menikmati tunjangan, memiliki tanggung  jawab moral di pundaknya untuk menunjukkan bahwa mereka memang pantas di sebut sebagai guru professional. Apabila komitmen tersebut diabaikan, dikhawatirkan terjadinya degradasi kepercayaan masyarakat terhadap guru pada umumnya. Masyarakat tentu akan mempertanyakan tun jangan besar yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk para guru jika hasilnya jauh dari harapan. Ketidakpercayaan masyarakat pada guru khusunya maupun pada dunia pendidikan pada umumnya dikhawatirkan akan semakin meperburuk citra dunia pendidikan di tana air.
Pernyataan dan hasil evaluasi UPI merupakan masukan berharga bagi para guru yang sudah memperoleh tunjangan sertifikasi. Hal itu dapat dijadikan koreksi dan instrospeksi. Ini menunjukkan bahwa memang pemerintah, serta perguruan tinggi  menaruh harapan besar pada dunia pendidikan. Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa, menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan rendahnya kesejahteraan guru. Rendahnya kesejahteraan guru tidak sebanding dengan tugas yang diembanya yang me nyebabkan guru tidak focus pada pekerjaannya. Dengan telah bergurlirnya sertifikasi, guru memperoleh tunjangan, sehingga penghasilannya meningkat. Oleh sebab itu, tak ada lagi alasan untuk tidak meningkatkan kualitas profesionalismenya.
Di samping komitmen yang kuat terhadap tugas dan kewajibannya, pengawasan dan pembinaan dari pihak terkait memang diperlukan. Menurut  rektor UPI, penurunan kualitas tersebet disebabkan belum adanya pembinaan.(Penulis guru dan pengamat masalah pendidikan)

2 komentar:

  1. Dalam penelitian saya dan istri ditemukan.
    1. Tidak signifikannya pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru dalam kasus program sertifikasi guru
    2. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru menjadi signifikan jika melibatkan kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel modetasi.
    Smoga sharenya bermanfaat.

    BalasHapus
  2. Betul, saya setuju, dalam pandangan saya juga begitu. Secara kasat mata tak ada korelasi antara penambahan kesejahteraan melalui sertifkasi denan peningkatan kinerja guru. Hatur nuhun, Darmawan atas komentarnya.

    BalasHapus

Text widget

About

Senin, 04 Juni 2012

Sertifikasi Guru dan Peningkatan Kualitas Pendidikan



Iwan Ardhie Priyana
Menyedihkan, itulah komentar yang muncul menanggapi pernyataan Mendiknas sebagaimana di kutip sebuah harian nasional Senin (1/11) bahwa  “Guru-guru yang sudah lolos sertifikasi umumnya tidak menunjukkan kemajuan, baik dari sisi pedagogis, kepribadian, profesional, maupun sosial. Guru hanya aktif menjelang sertifikasi, tetapi setelah dinyatakan lolos, kualitas mereka justru semakin menurun”.
Sinyaleman Mendiknas, tampaknya sejalan dengan hasil evaluasi yang di laksanakan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), sebagaiman diungkapkan Rektor UPI . Berdasarkan hasil evaluasi terhadap guru yang telah lolos sertifikasi, sebanyak 10 persen dari 200.000 guru bersertifikat di Jawa Barat mengalami penurunan kinerja. Sebanyak 70 persen lainnya stagnan atau tetap, dan 20 persen sisanya mengalami peningkatan. Mereka yang mengalami peningkatan kualitas adalah guru yang lulus melalui pendidikan dan pelatihan, sementara yang mengalami penurunan kualitas adalah guru yang lulus langsung melalui portofolio. (PR, 9/11)
Mendiknas boleh jadi merasa gerah dengan penurunan kulitas tersebut , mengingat dana  yang telah digelontorkan pemerintah untuk membayar tunjangan sertifikasi guru relative besar. Pada tahhun in saja, pemerintah telah menggelontorkan dana sebesar 60 triliun anggaran pendidikan, yang diperntukkan untuk gaji  PNS termasuk tunjangan.
Sertifikasi merupakan implementasi UU Sisdiknas Tahun  2003 yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Dengan meningkatkan kesejahteraan guru diharapkan meningkat pula kualitas pendidikan kita. Akan tetapi, tesis itu untuk sementara terpaksa harus ditunda jika dikaitkan dengan pernyataan Mendiknas serta hasil evalusi oleh UPI di atas. Dengan kata lain, harapan peningkatan mutu pendidikan seiring dengan peningkatan kesejahtaraan guru , tampaknya belum benar-benar akan terwujud.  Padahal , berbagai pihak beraharap, mutu pendidikan meningkat, seriring dengan kucuran dana bagi guru.
Sejak digulirkan program sertifikasi bagi guru baik melalui jalur forto polio, maupun jalur PLPG ( Pendidikan dan Latihan Profesionalisme guru), berbagai pesimisme kerap disuarakan oleh para pemerhati pendidikan. Mampu kah mengubah kultur guru dalam sepuluh hari melalui PLPG ? Meski banyak yang bersuara sumbang, namun di pihak lain, dalam hal ini , pemerintah tetap optimis bahwa program sertfikasi akan meningkatkan kualias pendidikan. Program sertifikasi ini pun tetap bergulir setiap tahun.
Menyikapi menurunnya kualitas guru yang telah mengikuti sertifikasi tersebut, Kepala Dinas Pendidikan Prov. Jawa Barat mencoba bersikap bijak dengan tidak menyalahkan guru. Menurutnya sangat wajar jika untuk sementara ini para guru masih memikirkan dulu masalah kesejahteraan daripada kualitas profesionalismenya. Namun, hal itu akan berubah seiring dengan kebijakan pemerintah tentang pencairan tunjangan profesi.

Kembali ke pernyaraan Mendiknas di atas, rasanya itu merupakan sinyal. Artinya ada yang perlu dibenahi menyangkut komitmen guru terhadap tugasnya. Sebab mereka yang sudah memperoleh sertifikasi dan menikmati tunjangan, memiliki tanggung  jawab moral di pundaknya untuk menunjukkan bahwa mereka memang pantas di sebut sebagai guru professional. Apabila komitmen tersebut diabaikan, dikhawatirkan terjadinya degradasi kepercayaan masyarakat terhadap guru pada umumnya. Masyarakat tentu akan mempertanyakan tun jangan besar yang dikeluarkan oleh pemerintah untuk para guru jika hasilnya jauh dari harapan. Ketidakpercayaan masyarakat pada guru khusunya maupun pada dunia pendidikan pada umumnya dikhawatirkan akan semakin meperburuk citra dunia pendidikan di tana air.
Pernyataan dan hasil evaluasi UPI merupakan masukan berharga bagi para guru yang sudah memperoleh tunjangan sertifikasi. Hal itu dapat dijadikan koreksi dan instrospeksi. Ini menunjukkan bahwa memang pemerintah, serta perguruan tinggi  menaruh harapan besar pada dunia pendidikan. Sebagaimana telah dimaklumi bersama bahwa, menurunnya kualitas pendidikan di Indonesia disebabkan rendahnya kesejahteraan guru. Rendahnya kesejahteraan guru tidak sebanding dengan tugas yang diembanya yang me nyebabkan guru tidak focus pada pekerjaannya. Dengan telah bergurlirnya sertifikasi, guru memperoleh tunjangan, sehingga penghasilannya meningkat. Oleh sebab itu, tak ada lagi alasan untuk tidak meningkatkan kualitas profesionalismenya.
Di samping komitmen yang kuat terhadap tugas dan kewajibannya, pengawasan dan pembinaan dari pihak terkait memang diperlukan. Menurut  rektor UPI, penurunan kualitas tersebet disebabkan belum adanya pembinaan.(Penulis guru dan pengamat masalah pendidikan)

2 komentar:

  1. Dalam penelitian saya dan istri ditemukan.
    1. Tidak signifikannya pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru dalam kasus program sertifikasi guru
    2. Pengaruh kompensasi terhadap kinerja guru menjadi signifikan jika melibatkan kepemimpinan kepala sekolah sebagai variabel modetasi.
    Smoga sharenya bermanfaat.

    BalasHapus
  2. Betul, saya setuju, dalam pandangan saya juga begitu. Secara kasat mata tak ada korelasi antara penambahan kesejahteraan melalui sertifkasi denan peningkatan kinerja guru. Hatur nuhun, Darmawan atas komentarnya.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.